Susu sapi diperkirakan baru dikenal oleh bangsa Indonesia pada zaman penjajahan Belanda pada Abad ke-18.
Kendati begitu, hingga saat ini tingkat kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi susu masih rendah sekali. Sebuah data menyebutkan, pada 2006 tercatat jumlah konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 7,7 liter per kapita/tahun atau lebih rendah ketimbang sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara (Asean).
Menurut dr Natalia Emmy MS SpGK, dokter gizi dari RSPAD Gatot Subroto Jakarta dalam festival susu yang diselenggarakan Tetra Pak Indonesia di Jakarta, akhir pekan lalu, konsumsi susu masyarakat India tahun 2006 mencapai 44,9 liter per kapita/tahun, Malaysia 25 liter per kapita/tahun, Thailand 25,1 liter per kapita/tahun, Singapura 20,8 liter per kapita/tahun, Filipina 11 liter per kapita/tahun, serta Vietnam 8,5 liter per kapita/tahun.
dr Natalia mengungkapkan adanya anggapan bahwa susu mahal, menaikkan berat badan, menyebabkan darah tinggi, atau menyebabkan kolesterol, cenderung membuat seseorang enggan untuk mengonsumsi susu.
Padahal, menurut dia, Food and Drug Administration (FDA) yakni BPOM-nya Amerika Serikat pada 1993 mengeluarkan pernyataan resmi, bahwa susu sangat bermanfaat untuk mencegah osteoporosis, mengurangi risiko kanker, menurunkan risiko darah tinggi, serta menunda penuaan sekaligus dapat mengecilkan pori-pori di wajah.
Ricky Soebagdja, atlet badminton peraih medali emas Olimpiade 1996 yang menjadi Duta Kampanye Minum Susu menyerukan pentingnya masyarakat minum susu guna memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi untuk menunjang prestasi.
dr Natalia menjelaskan makronutrien susu meliputi kandungan energi sebesar 60 kalori, karbohidrat 4,52 gram, lemak sebanyak 3,25 gram, protein sejumlah 3,22 gram, serta air 88,32 gram.
Bentuk susu yang cair yang merupakan salah satu keunggulan susu dibandingkan dengan makanan bergizi lainnya, menjadikan vitamin dan mineral yang secara lengkap terdapat pada susu mudah diserap dengan sempurna oleh tubuh.
Susu sebagai sumber vitamin A berfungsi untuk memelihara bagian tertentu pada tubuh seperti epitel, mata, sistem kekebalan tubuh. Dampak kekurangan vitamin A itu sendiri akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan, buta senja serta kulit kering.
Vitamin D yang juga terkandung di dalam susu, kata dr Natalia , berperan untuk mencegah rakhitis pada anak dan osteomalacia pada orang dewasa. “Susu juga mengandung vitamin B2 yang penting dalam metabolisme lemak, protein dan karbohidrat. Untuk menghindari bibir dan lidah pecah-pecah, serta dermatitis seboroik,” ujar dr Natalia.
Kandungan vitamin B12 pada susu yang berfungsi untuk pembentukan gen dan metabolisme folat, akan mencegah timbulnya anemia, kesemutan, dan glositis pada tubuh seseorang.
Sementara itu, upaya antisipasi terhadap osteoporosis dan kejang dapat pula dilakukan dengan mengonsumsi susu sebagai sumber vitamin penyusun tulang dan gigi, pembekuan darah, transmisi saraf, kontraksi otot, dan aktivasi enzim-enzim.
Susu yang merupakan sumber fosfor komponen tulang, gigi, membran sel dan pembentukan ATP, sangat bermanfaat guna mengatasi kelemahan otot serta gagal kardiorespirasi. Lebih lanjut dr Natalia mengatakan bahwa kekurangan susu yang di dalamnya terkandung yodium akan menyebabkan gondok, hipotiroid, dan kerdil. (izn)
Sumber: PdPersi